Dari bayangan jadi beneran (kisah cukur)ARTIKEL
Nov 08, 2008 05:40 oleh Admin
Sudah beberapa hari saya agak bingung memikirkan bagaimana saya memperindah penampilan kepala saya, alias cukur. Ini bukan karena Dede sahabat saya di Ksatria Atma Mahakam (alumni Pramuka SMA 6) mengatakan kepada isteri saya bahwa saya 'lagi cakep-cakepnya', tapi memang karena sudah tiga minggu rambut saya tidak dipangkas. Maklum, model rambut semi plontos kayak punya saya ini daur hidupnya lebih pendek daripada model panjang sepuluh tahun yang lalu.
Tiga hari ini saya agak hectic memikirkan dan menangani beberapa pekerjaan di kantor, termasuk acceptance karena ada dua program pendidikan dan pelatihan yang tertunda gara-gara dari 18 dan 14 hari durasi diklat yang saya ajukan, dipangkas hanya tinggal 5 dan 4 hari. Saya tidak mau ribut dulu karena saya tahu akar masalahnya adalah belum adanya dialog langsung antara pihak saya dan direksi yang memutuskan untuk 'sambung-pikir' alias memahami konsep masing-masing, jadi saya juga tidak tahu outcome apa yang diinginkan oleh Direksi dengan 5 dan 4 hari.
Ketika menulis blog ini, saya sedang menunggu ibu saya belanja di Pasar Ciputat. Ini hari Minggu. Besok Senin saya punya agenda seabrek, mulai dari rencana siaran langsung di D-FM, rekaman kapsul 'Provokasi' di Smart FM, dan gladiresik wisuda, dimana saya perlu turun langsung memberi 'roh' dan memastikan lagu "Menjelang" yang saya buat tahun 1986 bisa dinyanyikan dengan 'soul' yang pas oleh Paduan Suara. Hari Selasa-nya adalah wisuda sarjana STIE Dharma Bumiputera dimana saya akan memberi pidato selaku Ketua Yayasan. Itu berarti kebutuhan untuk berambut rapi memang sudah mendesak.
Di rumah sebelum berangkat, saya berharap, sembari menunggu ibu saya menelusuri pasar, mudah-mudahan ada barber shop yang buka, meskipun saya agak ragu karena masih terlalu pagi. Hanya saat inilah waktu untuk saya bercukur, karena siangnya saya kondangan walimatussafaar Pak Harsanto, lalu doa bersama untuk sahabat saya Yoyok-Padmono di rumah Ical, dan malamnya kondangan mantan mahasiswa bimbingan saya Danang.
Di Pasar Ciputat, saya parkir di sebuah tempat mirip pertokoan. Saya parkir di depan deretan toko yang masih tutup. Saya online sebentar dan tiba-tiba 'terusik' oleh aktivitas pemilik toko di depan mobil saya parkir membuka rolling door tokonya. Saya masih meneruskan chatting saya dengan isteri saya, Uwie, Chandi, dan Mira. Begitu saya 'tersadar', saya melihat ke arah toko yang sudah siap kunjung. Ternyata itu bukan toko, tapi tempat Pangkas Rambut !
Problem solved! Thought becomes thing. Oh ya, biasanya saya bercukur di beberapa tempat, nuansanya Nyunda Pisan karena juru pangkasnya berasal dari Jawa Barat seputar Tasikmalaya. Baru kali ini saya dipangkas dengan ambience bahasa dan logat Padang karena ternyata juru pangkasnya dari Sumatera Barat...***