Emil bekerja dengan cintaARTIKEL
Dec 07, 2007 06:44 oleh Admin
Seperti apa anda memperlakukan customer ? Itu sangat tergantung di peta pikiran anda tergambar customer sebagai apa. Pembeli biasa ? Partner ? Saudara ? Atau kekasih anda ? ... Hasilnya beda lho .... Karena arti yang kita berikan menentukan keadaan emosi kita. Keadaan emosi menentukan bentuk dan kualitas tindakan. Tindakan menentukan hasil yang kita dapat.
Emil, kolega saya yang sudah bertahun-tahun mengabdi di PT Eurasia Wisata, anak perusahaan AJB Bumiputera 1912 dalam bidang tour & travel telah memberi ajaran yang 'dalam'. Sebagai penata akomodasi di acara-acara penting Perusahaan, ia membiasakan diri melakukan quality control yang ketat. Apalagi untuk tamu atau klien VIP dan VVIP. Ia memeriksa setiap detil kamar hotel yang akan digunakan tamu. Yang menarik ia benar-benar detail. Ia memeriksa setiap sudut ruangan. Pernah kebiasaannya itu menyelamatkan reputasi dirinya dan perusahaannya. Ia menemukan ada tikus nyingnying di bak kamar mandi sebuah hotel mewah. Ia juga pernah memeriksa handuk yang akan dipakai tamu dan menemukan ada mata pancing nebeng di handuk itu. Bayangkan kalau Emil tidak mengecek sampai di situ, mungkin akan terjadi prahara besar karena tamunya terluka oleh mata pancing.
Boleh jadi kebiasaan Emil ini berawal dari standard operating procedure dari Perusahaan tempat Emil bekerja. Disamping saya salut dengan adanya SOP seperti itu, namun juga salut dalam eksekusinya. Keberhasilan proses menyelamatkan dan memuaskan pelanggan ini sangat tergantung dari KEMAUAN pelaksana untuk melaksanakannya. Bukan hanya melaksanakan dengan kepatuhan (compliance), tapi juga dengan tulus ikhlas. Bahkan barangkali bukan hanya dengan tulus ikhlas, tapi juga dengan cinta. Cinta sejati menumbuhkan gairah kuat untuk melayani, karena dengan melayani seseorang mendapat kebahagiaan yang sesungguhnya. Lho, dengan customer jadi kayak 'pacaran' dong ? ... Bisa jadi, karenanya Hermawan Kartajaya -- salah satu dari 50 Guru Marketing berpengaruh di tingkat Asia -- juga mempopulerkan konsep 'romancing the customer'. Katanya, hubungan kita dengan customer itu harus romantis.
Terhadap para kliennya Emil juga sangat 'total'. Kalau boleh meminjam komentar Trie Utami yang dilontarkan kepada akademia di acara AFI (Akademi Fantasi Indosiar) : "Anda sepertinya menyanyi hanya menyelesaikan kewajiban. Anda tidak sepenuhnya berkomunikasi dengan penonton dengan jiwa anda ...". Kalau Emil ikut kontes hospitality dan Mbak I'ie jurinya, saya yakin Emil tidak akan dikomentari seperti itu.
Terlepas dari kelemahan yang pasti dipunyai setiap manusia, Emil adalah modelling saya untuk diterapkan di lembaga yang saya pimpin. Tantangannya adalah, bagaimana saya 'bekerja dan melayani dengan hati' yang dibingkai oleh cinta Ilahiyah, cinta agape -- cinta tertinggi --, bukan oleh pamrih materialistik ? ***