JaimARTIKEL
Nov 10, 2007 04:43 oleh Admin
"Gimana sih Pak Boss 'X', kok nongkrong di depan sama 'anak-anak' ? Becanda seperti mereka ? Nanti itu 'anak-anak' pasti ngelunjak dan meremehkan. Mustinya jaga wibawa sebagai pimpinan dong, biar dihormati ...", ujar seorang teman mengomentari 'kelakuan' salah seorang teman kami. Teman kami itu memang seorang pimpinan senior di kantor.
Bagi saya sebenarnya tidak menjadi masalah pimpinan nongkrong dan bercanda ala anak buahnya. Selama hubungan baik tetap terjaga, pimpinan juga bisa 'menyadarkan' semua pihak akan tugas dan tanggungjawab kedinasannya, tidak terlalu berlebihan, dan yang penting hasil kerja bagus dengan proses kerja yang bagus juga. It's okey.
Boss yang jaim (jaga image), memandang jabatannya sebagai kedudukan. Ia berada di tempat yang tinggi yang harus dihormati. Menjaga jarak dengan anak buahnya dengan alasan agar mudah mempersuasi (sebenarnya lebih tepat menyuruh-nyuruh) mereka. Biasanya ia jarang bahkan tidak pernah 'terjun' langsung 'berkubang' dalam pekerjaan yang dilakukan anak buahnya. Salah ?... Tidak, sepanjang dia tetap mengutamakan dan memperjuangkan kepentingan Perusahaan dan membawa hasil yang bagus dalam jangka panjang, wong itu sebuah pilihan gaya kepemimpinan. Tapi biasanya lho, penghormatan yang diberikan anak buahnya cuma basa-basi. Hanya ada di permukaan. Lantas kalau pimpinan nongkrong, itu benar ? Tidak juga, jika motif pimpinan itu adalah tindakan populis dan manipulatif, dan memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. Atau, pimpinan itu tidak punya konsep kemana akan dibawa organisasinya.
Anak buah lebih suka pimpinannya 'bergabung' dengan persoalan yang tengah dihadapinya. Merasa 'senasib sepenanggungan', sehingga tidak terbersit di benak anak buahnya 'ahh, gue kerja cape-cape dia yang dapet nama dan dapet angpaonya ..'. Bergabung dengan anak buah membuat kita memahami keadaan mereka. Kita tahu apa yang ada di pikiran mereka, dan akhirnya setelah kita pacing (menyesuaikan diri), mereka trust, kita bisa 'menggiring' mind-set dan pikiran-pikiran mereka (inspiring & leading). Bukankah sugesti lebih 'masuk' dalam keadaan rileks ? Judul permainan ini adalah : keberanian, bukan ketakutan. Jangan takut mereka akan 'menuntut' ini itu, minta ini itu. Biarkan mereka mengetahui kita memikirkan nasib mereka dan memahami aspirasi mereka, tapi biarkan juga mereka tahu kita juga memikirkan kondisi dan keterbatasan Perusahaan. Biarkan mereka tahu kita berpikir dan bertindak proporsional.
Diremehkan ? .. Tidak, kalau kita juga tegas dalam peran kita. Saya pernah memarahi keras seorang staf yang selama ini dipandang oleh teman-teman lain 'sangat dekat' dengan saya, gara-gara dia membiarkan seorang mahasiswa merokok di non-smoking area di kantin. Saya memang membuat ketentuan barangsiapa ada karyawan yang melihat orang lain merokok di non-smoking area tapi tidak menegurnya, maka yang akan saya marahi adalah karyawan tersebut duluan baru orang yang merokok itu. Itu saya lakukan benar-benar. Sampai-sampai karyawan saya itu sempat 'trauma' ketemu saya karena kaget kok bisa-bisanya saya seperti itu. Tapi itu tidak lama. Saya datangi dia dalam kesempatan-kesempatan informal, termasuk chatting di Yahoo Messenger, dan melakukan reframing atas apa yang dialaminya itu. Sekarang ia sudah 'biasa' lagi. Senyumnya kepada saya sudah seperti yang dulu.
Saya terinspirasi oleh John Adair yang menulis : Pemimpin yang buruk adalah ketika anggotanya mencemo'ohkan kehadirannya. Pemimpin yang baik adalah ketika anggotanya mengelu-elukan kehadirannya. Tapi pemimpin yang PALING baik adalah ketika anggotanya TIDAK menyadari akan kehadirannya.
Mengapa ? Sang pemimpin itu sudah MEMBUAT anggotanya menjadi pemimpin atas dirinya sendiri.. Setiap orang SUDAH menjadi pemimpin ...