Lihat saja jalannyaARTIKEL

Apr 06, 2010 11:42 oleh Admin

"Kita observasi dulu lima hari untuk melihat perkembangan gejalanya ... setelah itu kita tentukan tindakannya ..", begitu Dr. Dharmika Djojoningrat, Sp.PD, KGEH, dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan gastro-enteorologi kepada saya. Sudah tiga hari sejak minum obat dokter lain, gejala nyeri di ulu hati belum hilang juga. Dokter pemeriksa sebelumnya 'akhirnya' memvonis saya kena gastritis - radang lambung, setelah melalui pemeriksaan darah, urine, dilanjutkan USG Abdomen, diperiksa dokter bedah untuk melihat kemungkinan usus buntu, dan akhirnya dokter internist.

 
Selesai dr. Dharmika menuliskan resep dan mengisi formulir pemeriksaan kesehatan untuk perusahaan saya, dan saya membubuhkan tandatangan di buku "PROVOKASI, Menyiasati Pikiran Meraih Keberuntungan" untuk sang dokter, saya pamitan. "Terimakasih Dok ...".
 
Sang dokter yang sudah saya kenal sejak awal 90-an dan pernah merawat ayah saya empat tahun sebelum wafatnya akibat penyakit sirosis hati, melihat ke arah isteri saya dan nyeletuk, "Eh, ibu gemukan ya ?".
 
Seperti mendapat umpan di dunia komedi, saya langsung nyamber, "Iyaaaa". Isteri saya pun tersipu-sipu salah tingkah.
 
Isteri saya memang sudah hampir sebulan melanjutkan program penurunan berat badan di sebuah pusat kebugaran. Dua hari lalu, ia sempat memamerkan kepada saya celana sudah kendor, alias perutnya sudah mengecil. Berat badannya pun telah susut sedikit.
 
Karena saya masih 'invalid', kali itu yang mengemudi mobil adalah isteri saya. Pada separuh perjalanan pulang, di perempatan Panglima Polim, isteri saya merajuk, "Iiiiihhh .. sebel dehhh .. Em Em (mau marah - red) deh sama Dokter Dharmika ... masak aku dibilang gemuk ... padahal kan udah fitness. ..". Saya cuma cengengesan.
 
Sekitar lima kilometer setelah itu, di keheningan mobil tanpa obrolan di bilangan Pondok Indah, tiba-tiba isteri saya bilang, "Uuuhhh .. nggak fair deh ... kalau laki-laki usia 40-an gemuk dibilang sukses, kalau perempuan kok dibilang gendut ?". Rupanya imaji 'gemuk' yang dilempar oleh Dokter Dharmika masih belum beranjak dari pikirannya.
 
"Hahahaha ... bagus dong ... berarti kata-kata dokter Dharmika sudah memberdayakan kamu ..", kata saya.
 
"Yaaa kan aku udah fitness ...udah usaha ..", protes isteri saya.
 
"Lhaa, emangnya dokter Dharmika tau kamu fitness .. Yang dilihat kenyataan yang tertangkap oleh panca inderanya tadi 'kan ? .. Sekarang mau fitness kek mau jumpalitan kek, kenyataannya dilihat oleh dokter Dharmika kamu gemuk ... hehehehe. Sama juga kalo aku kerja .... biar aku bilang udah usaha sana sini, tapi kalo boss lihat hasilnya gitu-gitu aja, mau alesan apa ..?".
 
"Lho, tapi itu kan stigma masyarakat .. Nggak fair dong ..", bantah isteri saya.
 
"Hehehe .. ngapain juga menyalahkan stigma ... stigma jadi kambing hitam. Kenapa mau menjadikan stigma sebagai penggerak ?. Sekarang gini ... simpel aja deh ... aku tanya ... kamu pengen gemuk atau kurus ... Dari kamunya sendiri gimana ?", tanya saya.
 
"Ya kurus ...", jawab isteri saya.
 
Dengan cepat saya balas, "Lha ya udah 'kan ... kamu 'kan maunya kurus ... sementara kenyataannya kamu gemuk ... berarti antara kenyataan dan keinginan tidak sama ... ada gap ... lah, kan tinggal tinggal usaha menuju ke apa yang diinginkan .. ngapain pake dengerin stigma-stigma masyarakat kalau kamu udah usaha ? ... bisa bikin ribet sendiri yang malah bikin proses 'upaya' kamu kepada hal yang diinginkan jadi terhambat - minimal susah hati ... hehehe "...
 
"Iya juga ya ... heheheh ...", cetus isteri saya.
 
Isteri sayapun semakin tenang. Manuver mengemudinya semakin enak ...***