Makin deh...ARTIKEL

Nov 22, 2008 06:14 oleh Admin

Ini cerita waktu saya masih takut bukan main sama kecoa. Karena saya bermusuhan dengan kecoa, otomatis segala yang terkait dengan kecoa masuk ke dalam daftar hitam saya. Radar mental saya aktifkan 24 jam dan alarm akan berbunyi ketika radar mental menangkap tanda-tanda yang mendekati musuh saya itu. Tanda-tanda itu bisa gambar, suara, bau.

Suatu malam saya nongkrong makan nasi goreng bersama teman-teman. Tiba-tiba saya mencium bau musuh saya itu.
 
"hmmm .. ada kecoa nih ...", kata saya.
 
Teman yang tidak takut dengan kecoa heran kenapa saya bisa tahu kalau di sekitar saya ada kecoa.
 
Benar saja, dari jarak 3 meteran, tampak sesosok kecoa sedang mengendap-endap di pinggir got. Maklum, saya nongkrong di Amigos (Agak minggir got sedikit). Sungutnya bergoyang-goyang. Saya tidak tahu dia sedang apa, tapi buat saya dia sedang 'meledek' saya.
 
Saya kembali meneruskan suapan nasi goreng berjubah suwiran ayam dan bermahkota telur ceplok setengah matang -- tentu dengan level kewaspadaan yang meningkat.
 
Tiba-tiba .... wushhhhhh ... ada 'sesuatu' yang 'terbang' dari atas menuju bawah, dan ketika benda itu tepat di samping pipi kanan saya ...... zeeeeppppppp .... tangan saya refleks men-smash benda itu. Saya mengira itu kecoa terbang. Akibatnya, tangan kiri saya yang memegang piring nasi berguncang keras, dan nasi-nasi berceceran di lantai. Teman-teman langsung menoleh ke arah saya. Saya terengah-engah kaget.
 
Begitu tahu benda yang saya smash itu adalah daun kering yang jatuh dari pohon, teman-teman yang tahu soal phobia saya langsung tertawa berbonus nyela.
 
Suatu ketika saya habis nonton film horor, dimana di film tadi tokoh sentralnya adalah kuntilanak. Saya masuk kamar mandi dan mengambil air wudhu. Tiba-tiba, entah karena tersenggol atau apa, kepala shower jatuh, dan dalam sepersekian detik saya loncat mengambil kuda-kuda silat !. Saya mengira ada serangan kuntilanak. Padahal, sebelum-sebelumnya, kalau ada benda jatuh, reaksi saya tidak terlalu theatrical.
 
Ketika kita takut terhadap atau kepada sesuatu, sebenarnya tanpa sadar fokus perhatian kita kepada hal yang kita takutkan tadi makin besar. Tanpa sadar kita makin sadar akan hal tadi. Segala yang terasosiasi dengan apa yang kita takutkan itu menjadi 'dekat' dengan perhatian kita. Akibatnya, justru ketakutan itu makin nyata dan hadir dalam kehidupan kita.
 
Seorang teman yang kuper (kurang perhatian) sehingga dia sering caper (cari perhatian) mengirim SMS kepada saya. Dia tanya apa saya tersinggung atau marah karena beberapa SMS 'caper'nya tidak saya jawab. Saya jawab, tidak. Kalau marah saya pasti bilang, tidak diam.
 
Lalu dia melanjutkan, "Aku paling takut konflik dan berusaha menghindari konflik. Aku nggak mau berantem".
 
Dia tidak sadar, bahwa justru mindset semacam itu nyatanya membawa dia sering berada dalam keadaan konflik. Kenapa bisa begitu ? Konflik adalah salah satu 'mahluk' ciptaan manusia yang akan terus ada selama kita berhubungan dengan orang lain. Konflik itu netral. Konflik itu hanyalah situasi perbedaan pikiran antara satu orang dengan orang lain. Pikiran mewujud menjadi tindakan dan hasil.
 
Sama dengan saya yang tidak bisa menolak kehadiran kecoa. Kecoa pasti ada, tinggal bagaimana kita bersikap tenang dan bertindak agar kecoa itu pergi (pergi dalam keadaan hidup atau mati, hehehe). Kita tidak bisa menolak kehadiran konflik. Yang bisa kita lakukan dalam kendali kita adalah bersikap tenang, dan mencari cara menyelesaikannya. Itu saja. Judulnya adalah berani. Berani menerima konflik dan menyelesaikan konflik.
 
Nah, ketika teman saya itu tidak mau ada konflik, sementara selama hidup dia pasti bertemu konflik, bukankah itu sudah konflik itu sendiri? Jadi konflik itu dia ciptakan sendiri.
 
"Ah, ngomong doang... memangnya kamu sudah bisa tenang kalau didatangi kecoa ?" Mungkin itu pertanyaan anda kepada saya.
 
Saya jawab,"alhamdulillah ... belum".***