Mendapatkan Apa Yang Kita MenjadiARTIKEL
Oct 11, 2009 04:45 oleh Admin
Seorang gadis cantik yang saya kenal di sebuah pelatihan mengirim pesan BBM (Blackberry Messenger) yang mengabarkan akhirnya dia 'jadian' dengan seorang pria yang PDKT dengannya. Sebelumnya ia juga curhat dan 'minta petunjuk' bagaimana menghadapi kebingungannya menjawab 'proposal' lelaki tersebut. Ia bingung mau berkata iya atau menunda memberi jawaban karena ia belum 'yakin'. Ia masih diliputi 'parno' akibat pahitnya ujung hubungan cintanya dengan mantannya. Ia bilang, ia takut jatuh cinta karena takut memberi 'hati' kepada orang yang salah.
Gadis Cantik (GC) : "Semalam dia mengulangi lagi pertanyaannya yang kemarin, Pak ... Kebeneran atmosfir suasananya lagi mendukung ..."
Saya : "Pastinya ... sudah bisa menebak juga kan ?".
Sesaat sebelum ia akhirnya menjawab proposal sang pria, ia sempat BBM dengan saya sedang dibawa menuju suatu tempat yang romantis.
GC : "Hahaha, iya sih ..."
Saya : "Dia menggiring kamu masuk ke gelombang alfa lewat tempat dan suasana romantis, ditambah dengan sentuhan amigdala (emosi) lewat perilaku dan bahasa, sehinga sugesti masuk dan diterima pikiran bawah sadar karena reticular activating system (filter mental) kamu terbuka. Kamu tau kan pikiran bawah sadar sembilan kali lebih kuat daripada pikiran sadar, sehingga kalau ada konflik dengan pikiran sadar - logis dan kritis - kemungkinan besar pikiran bawah sadar (emosi) yang menang. Proses progressive induction sudah dia lakukan sejak lama. Dia berhasil melakukan pacing sehingga kemarin dia bisa melakukan leading ..Disamping itu dia tidak memaksa atau memojokkan kamu, dan yang paling penting, kamu juga suka sama dia akibat pacing dia ... Ahhhh ... kayak lagi kuliah aja nih..."."
GC : "Oooo gitu Pak teorinya ? .. hahahaha .. dan akhirnya aku ngikutin kemauannya ya Pak .. Padahal tadinya udah mau tetap bertahan untuk menunda jawaban. Masih mau 'take it slow' dulu..."
Saya : "How's your feeling ?.."
GC : "Masih nggak percaya .. finally I said yes ...."
Saya : "Itu menegaskan kerjaan pikiran bawah sadar ..."
GC : "Di satu sisi happy, di sisi lain bingung .. aku harus siap-siap jatuh cinta .. padahal aku takut jatuh cinta ..."
Saya : "Kalau kamu tanya ke pikiran bawah sadarmu, apa maksud baik ia memberi rasa takut jatuh cinta itu ..?"
GC : "Supaya aku terhindar dari rasa sakit karena jatuh cinta ..."
Saya : "Apa manfaat yang bisa kamu ambil dari rasa sakit karena jatuh cinta itu ...?"
Tadinya saya berharap, ia mengatakan agar dirinya lebih kuat dan terampil mengelola sebuah hubungan. Ternyata jawabannya sedikit meleset.
GC : "Aku jadi lebih hati-hati untuk jatuh cinta sama seseorang. Terlalu berhati-hati malah .."
Saya : "Apa yang terjadi pada diri kamu 10 tahun lagi jika selamanya kamu terlalu berhati-hati karena takut sakit jatuh cinta .. ?"
GC : "Mungkin 10 tahun lagi aku nggak bersama siapapun ... *nyadar mode on .."
Dia cerita kalau dengan 'mantan' terakhir dia pacaran delapan tahun dan berakhir dengan'tidak baik-baik'. Mantannya suka mengintit kemanapun GC pergi, mengintimidasi cowok-cowok yang dekat dengan GC, dan sempat mengancam yang 'nggak jelas'. Itu menyebabkan ia bilang paranoid.
Saya : "Jadi parno-nya kamu itu adalah takut apa ?" ..
Tadinya saya mengira ia 'parno' lebih dominan disebabkan karena takut pengalaman buruk itu terulang lagi. Tampaknya perkiraan saya meleset.
GC : "Aku jadi takut jatuh cinta, karena nggak percaya cowok, karena aku masih belum yakin ada yang namanya kesetiaan dalam relationship antara lawan jenis. Itu yang bikin aku putus dari mantan pacarku. Dia marah besar karena aku ketahuan jalan sama temen cowokku. Disamping karena menurutku dia posesif..."
Saya : "Apa mantan kamu pernah selingkuh ?"
GC : "Nggak pernah. Malah akunya ....karena jenuh. Selain itu, di sekelilingku banyak banget contoh kasus ketidaksetiaan .... Aku bahkan deket sama cowok-cowok yang 'in relationship'"
Saya ingin mengejar apakah ia melakukan generalisasi persepsi atas pengalaman ketidaksetiaan selama pacaran untuk saya bandingkan dengan ketidaksetiaan ketika berumah tangga yang belum pernah ia alami.
Saya : "Apa kamu pernah dekat dengan cowok yang sudah menikah ?"
GC : "Pernah ... sampai sekarang. Dia malah bilang perasaannya ke aku .. Tapi aku bisa mengendalikan perasaan. Aku bangun 'tembok'".
Saya : "Hmmm .. jadi kamu dikelilingi oleh pengalaman ketidaksetiaan ya .. makanya ada perasaan takut terjadi pada diri kamu nantinya ..."
GC : "Iya .. kayaknya sih gitu Pak .."
Saya : "Menurutmu, apa yang membuat pasangan menjadi setia .. ?"
GC : "Kalau dia sudah menemukan apa yang dia cari di diri pasangannya ..."
Saya : "Apa yang kamu cari .. ?"
GC : "Chemistry, saling respek, dan ketulusan .."
Saya : "Inget the law of attraction ... ?"
GC : "Inget ..."
Saya : "Like attract like .. pikiran kita akan menarik hal-hal yang serupa ..?"
GC : "Iya pak .."
Saya : "Inget rumus be-do-get .. ? Kita menDAPAT apa yang kita MENJADI ? ..."
GC : "Hmmm ... OK. I get the point ... "
Saya : "Cerdassssss..."
GC : "Makasih banyak ya Pak. You've opened my mind .."
Saya : "Sama-sama .. you've opened your own mind ..."
GC : "Mudah-mudahan aku bisa MENJADI seperti yang aku ingin DAPAT..."
Selanjutnya perbincangan ringan menjadi epilog kontak saya dengan dia hari itu ...***