Sampai Kapan ?ARTIKEL
Nov 03, 2008 12:02 oleh Admin
Di sebuah malam, saya sedang berbicara di forum penyamaan persepsi dan harapan antara peserta pelatihan dan saya selaku trainer, ketika Nelwin, salah seorang peserta menyampaikan sharing. Jumat malam itu hingga minggu sore saya bakal mengajar 19 orang teman sesama alumni Pramuka SMA Jakarta tentang hypnosis. Saya sangat bergairah untuk memberi pelatihan karena disamping nostalgia duapuluhan tahun lalu, hajatan ini merupakan pelaksanaan dari komitmen saya untuk memberi pelatihan gratis dua kali setahun.
Setelah melakukan percobaan 'memanjangkan tangan' melalui proses visualisasi, Nelwin tidak mengalami perubahan apa-apa pada tangannya. Saya jelaskan, ada empat kemungkinan mengapa visualisasi tidak berefek. Pertama, sulit konsentrasi. Kedua, kritis -- mikir -- ragu. Ketiga, menolak perintah -- ngeyel. Keempat, ketiduran.
"Prass, tangan gue nggak berubah apa mungkin disebabkan karena gue skeptis karena dari dulu gue nggak terlalu percaya yang soal beginian", kata Nelwin.
Nelwin memang mencirikan profesional yang sukses dalam dunia kerja. Ia lulusan FEUI dan MBA di Inggris yang sudah lama berada pada posisi pimpinan puncak sebuah perusahaan sekuritas besar di Indonesia. Orang seperti Nelwin memiliki self-esteem dan kepercayaan tinggi terhadap dirinya sendiri. Kalau tidak, mana mungkin ia sukses. Saya melihat ia termasuk kelompok kedua, yaitu kritis, dimana keputusan perubahan harus berasal dari dirinya sendiri. Saya pikir, sugesti yang efektif adalah sugesti dari dirinya sendiri.
Dengan semangat 'membantu seseorang untuk membantu dirinya sendiri', saya lalu bertanya, "Win, sampai kapan eloe skeptis ?".
Saya lalu diam, tidak memberi nasihat atau petunjuk apapun. Saya melanjutkan perbincangan dengan para peserta dan tanpa saya ketahui, rupanya Nelwin melakukan percobaan sendiri memanjangkan tangan. Tiba-tiba dia menyela pembicaraan saya.
"Prass, sekarang tangan gue berubah ...". Dia menunjukkan tangannya kepada saya dan forum.
Rupanya pertanyaan mindlines saya mustajab. Pertanyaan itu menyebabkan ia tampak sadar dengan apa yang sedang diyakininya, dan akhirnya memutuskan tidak ada salahnya meninggalkan sang skeptis untuk mau melakukan sesuatu yang siapa tahu mendatangkan manfaat. Ia memutuskan sendiri untuk mau melakukan, dan akhirnya ia berhasil bisa. Jadi ia bukannya tidak bisa 'memanjangkan' tangan, tapi tidak mau. Begitu mau, ia bisa.
Thanks Win ... eloe udah ngasih pelajaran buat 'kita-kita' tentang keputusan untuk berubah yang berhasil.
Ketika cerita ini sampai di isteri saya, di Yahoo Messenger, ia bilang :
Uti: hehehe jangan2 kalo aku ga skeptis aku juga bisa ya
prass_sahabatku: heheheh ..
prass_sahabatku: TENTUUUUUUU ...***