Siasati Pikiran Raih Keberuntungan (1)ARTIKEL
Jul 13, 2008 10:46 oleh Admin
Bulan Maret 2008 di laptop saya ada program yang bernama Intention Activator. Hanya program sederhana, yaitu kita menulis apa yang kita inginkan sebagai cita-cita, lalu jika icon program di klik, akan muncul running text bertuliskan cita-cita kita itu. Di program itu saya tulis ”Buku Provokasi terbit paling lambat 23 April 2008”. Mengapa 23 April 2008 ? Karena itu hari ulang tahun saya. Mungkin saya agak ’gendeng’ karena saya menetapkan keinginan buku terbit hanya satu bulan ke depan, padahal waktu itu saya belum mendapat penerbit.
Saya mengirimkan naskah ke empat penerbit. Salah satu penerbit merespon dengan cepat, sekitar hampir 2 minggu kemudian. Mereka mengajak bertemu dan membicarakan marketing plan. Saya naksir dengan rencana mereka yang proaktif dalam pemasaran. Dia mengirimkan draft kontrak. Keesokan harinya penerbit besar lainnya mengirimkan email yang berisi ketertarikan dewan redaksinya untuk menerbitkan buku saya. Saya bingung.
Tanggal 25 Maret 2008 saya menelepon salah satu penerbit di bawah kelompok Gramedia setelah mendapat rekomendasi seorang senior yang bukunya juga diterbitkan penerbit itu. Seorang ibu di ujung telepon berkata, ”Silakan dikirimkan naskahnya pak, nanti kami review 2-3 bulan. Kalau diputuskan untuk diterbitkan, kami akan hubungi, kalau tidak naskahnya kami kembalikan”. 2-3 bulan ? ... berarti buku ini saya perkirakan terbit sekitar Juli-Agustus. lama ya ? ya sudah lah. Mungkin memang bukan dengan Gramedia Group. Saya memang alergi dengan keputusan-keputusan yang lama.
Bang Andrias Harefa tiba-tiba menelepon dan mengajak ketemu. Ia ingin berbincang-bincang. Kami lalu bertemu di Chopstick Cilandak Town Square hari Jumat sore. Di ujung perbincangan, jam 7 kurang sedikit, Bang Andrias menelpon seseorang di Gramedia. Lalu saya diberi nomor telepon orang itu – namanya Pak Wandi S. Brata. Setelah gagal janjian di hari Minggu dan Senin, Pak Wandi minta dikirim saja naskahnya lewat kurir.
Selasa, 1 April, Pak Iman supir dinas saya, saya minta untuk mengantarkan dummy buku. Jam 10 diterima oleh Pak Wandi, jam 12 beliau telepon, tapi saya tidak bisa mengangkat karena masih berada di kelas kursus persiapan IELTS – salah satu syarat untuk melanjutkan studi ke Australia. Jam 15.30 saya telepon beliau dan beliau bilang sedang membaca buku saya sampai tulisan yang berjudul ’Ngeyel’. Beliaupun memberitahu bahwa buku saya akan diterbitkan oleh Gramedia. Belum hilang kekagetan saya, Pak Wandi malah bertanya apakah ada waktu khusus yang dikejar dimana buku itu harus terbit ?. Saya bilang, saya akan ada reuni SMP tanggal 3 Mei. Kata Pak Wandi, oke. Gembira dan bingung bercampur satu.
Seminggu kemudian Pak Wandi minta saya datang ke kantornya untuk menandatangani kontrak. Selama seminggu kami berkomunikasi lewat email, antara lain untuk menentukan sub judul. Awalnya, di dummy buku, judul buku itu saya tulis ”PROVOKASI, Memaknai Peristiwa Kehidupan Sehari-hari”. Pak Wandi dengan intuisinya memandang perlu untuk diganti karena kurang ’marketable’. Usul Pak Wandi yang akhirnya saya setujui adalah ”Menyiasati Pikiran, Meraih Keberuntungan”.
Dari kontrak penerbitan buku, saya tahu nama panjang Pak Wandi adalah Suwandi S. Brata. Tapi beliau lebih suka dengan nama Wandi S. Brata. Saya tidak tahu apakah ini kebetulan karena nama belakang saya dan Pak Wandi sama, yaitu Brata. Beliau memang lulusan filsafat, saya menyukai filsafat. Beliau ulang tahun tanggal 22 April, saya 23 April. Beliau menulis buku berjudul ”Bo Wero, Tips Mbeling Menyiasati Hidup” yang bangunan isinya hampir sama dengan tulisan saya, hanya tulisan beliau jauh lebih menghujam dalam. Kalau di dunia persilatan, buku Bo Wero adalah guru, buku saya adalah murid. Salah satu SMS Pak Wandi tentang saya dan beliau adalah ”Dua orang sejenis ketemu di jalan”. Kalau salah satu hukum alam yang bernama the law of attraction berbunyi ”like attract like” – bahwa sesuatu akan menarik sesuatu yang sejenis lainnya – saya pun tidak tahu apakah fenomena ini suatu buktinya – Brata dipertemukan dengan Brata.
Selesai menandatangani kontrak, saya bilang ke Pak Wandi bahwa saya akan memberi training pada tanggal 18 dan 25 April. Tanpa menunggu saya berkata lebih lanjut, Pak Wandi bilang, ”Kalau tanggal 18 rasanya belum sempat, kalau tanggal 25 .... hmmm ... kalau begitu tanggal 24 bukunya kami kirim Pak”. Luar biasa, saya pikir. Di kontrak tertulis tanggal 3 Mei buku itu terbit, tapi Pak Wandi berjanji tanggal 24 April terbit. Pada pelatihan tanggal 18 April saya menceritakan kisah ini, sambil menunjukkan ke laptop intention tertulis saya. Saya bilang, Alhamdulillah buku itu terbit hanya sehari bedanya dengan intention tertulis saya.
Selasa, 22 April, saya SMS pak Wandi, apakah bukunya bisa diambil hari Kamis (tanggal 24 April). Jawaban Pak Wandi, bukunya bisa diambil besok setelah jam 12, yang berarti itu adalah tanggal 23 April 2008 PERSIS seperti apa yang saya tulis di laptop.
Perjalanan buku ini sendiri mengisahkan tentang bukti dari apa yang ditulis di dalamnya. Buku ini ’walk the talk’. Ia membuktikan sendiri sebuah keinginan dan niat akan terwujud. Bahwa ketika pikiran membayangkan suatu impian yang nyata, berbatas waktu, tertulis, lalu ikhlas – acceptance – terhadap kejadian apapun sesudahnya – ternyata Tuhan mengirimkan orang-orang, kesempatan-kesempatan, dan kejadian-kejadian untuk mewujudkannya. Ketika pikiran selalu melihat keberuntungan-keberuntungan, dan kemudian disyukuri, keberuntungan-keberuntungan berikutnya datang.
Bukti lainnya, jumat malam 2 Mei 2008 pada hari Pendidikan Nasional, Pak Vincent Tuadi dari Gramedia menelepon. Ia memberi tahu ada penulis yang dijadwalkan hari Selasa, 6 Mei, berhalangan untuk on air bedah buku di SMART FM 95.9. Ia minta saya menggantikannya. Padahal, sebelumnya saya dijadwalkan oleh Pak Vincent on air sekitar bulan Juli karena ’antri’. Suatu keberuntungan ’mendadak’.
Orang-orang hadir ketika saya membutuhkannya. Saat saya butuh revisi tulisan, hadir Peni dan Cepi. Ketika buku itu butuh kemasan, hadir Defitra dan Danny Tumbelaka. Ketika saya butuh buku ini diberi nuansa otoritas, hadir Kang Jalal, Andrias Harefa, Rhenald Kasali, Miranty Abidin, Adiwarman Karim, dan sederet nama-nama ’beken’ lainnya. Ketika saya butuh penerbit, hadir Andrias Harefa dan Pak Wandi S. Brata. Ketika saya butuh buku ini dikenal, hadir Ira Maya Sopha, Pak Vincent Tuadi, Agung Suharto, Pak Fachri, Riri, dan sahabat-sahabat yang punya segudang ide. Ketika saya butuh orang yang bisa mengkoordinasikan media, hadir Rina Suci. Bukan hanya orang yang saya sebutkan namanya, mereka yang belum saya sebutkan namanya, muncul dan menjadi bagian dari ’skenario besar’ alam yang merespon idealisme saya : menjadikan negeri ini menjadi tempat yang jauh lebih baik untuk hidup.***