Syukuri yang 'hadir', bukan merisaukan yang 'tidak hadir'ARTIKEL
Oct 20, 2008 06:43 oleh Admin
Kalau sebelumnya saya menulis kisah Pak Husni, seorang pemandu wisata yang terus saja bercerita menghibur penumpang bus meskipun hanya sepasang mata yang memandangnya, kali ini saya disuruh membuktikannya sendiri.
Di perjalanan menuju Bandung, Nong -- 'manajer' saya -- menerima telepon yang isinya meminta kesediaan saya untuk melanjutkan talkshow pada acara yang digelar oleh manajemen Bandung Super Mal (BSM). Kalau jam 4 sore saya ngomong di toko buku Gramedia BSM, jam 7 malam dijadwalkan manggung di foodcourt. Ya, foodcourt!. Karena awalnya di pikiran saya cuma menimbang sekalian jalan, dan setelah diperhitungkan paling-paling jam delapan sudah bisa kembali ke Jakarta, saya mengiyakan.
Talkshow di toko buku belum pernah saya alami sebelumnya. Di TB Gramedia BSM Bandung itu, saya disiapkan standing banner di depan toko yang mempromosikan acara itu, lalu voice over propaganda kepada para pengunjung pemberitahuan adanya talkshow, backdrop dari digital printing dan standing banner, dengan meja kecil dan LCD projector. Ada sekitar 10 kursi disediakan untuk pengunjung. Ketika waktunya tiba, saya yang awalnya sedikit bingung mau mulai dari mana, akhirnya nyerocos dengan lancar juga. Bagaimana tidak bingung, inilah kali pertama saya bicara dikelilingi oleh orang-orang yang sebagian besar asyik melakukan kegiatannya sendiri melihat-lihat dan memilih buku. Dengan kata lain, dicuekin sebagian orang.
Singkat cerita, setelah 'sukses' memprovokasi TB Gramedia (ini kata teman-teman saya lho) karena saya berfokus dan bersyukur kepada mereka yang duduk di hadapan saya dan berdiri mengelilingi saya, daripada mengkhawatirkan mereka yang mencueki saya, maka saya beristirahat sejenak di samping tumpukan dus buku. Sambil minum teh kotak, saya tanya kepada Nong yang sudah survey tempat di foodcourt.
"Nong, tempatnya ada kursi khusus kayak di toko buku ini atau benar-benar audience duduk di tempat masing-masing sambil makan ?", tanya saya.
"Di tempat masing-masing sambil makan", jawab Nong.
Eng ing eng ... wajah saya langsung serius. Saya sedang mempersiapkan mental yang lebih teguh lagi.
Benar saja. Begitu datang, saya menemukan stage-nya kecil di antara meja kursi makan seperti biasa. Sound system kurang power dan hanya satu speaker, bukan dipasang mengelilingi ruangan. Saya langsung menurunkan harapan saya atas reaksi audience. Ketika announcer atau host acara itu memulai pengantarnya, saya perhatikan seluruh audience asyik dengan makanan masing-masing atau asyik ngobrol dengan pasangan atau teman-temannya. Ketika mic berada di tangan saya, saya membayangkan seolah-olah seluruh audience memperhatikan saya. Saya gunakan juga kalimat-kalimat pacing-leading, seperti, "Sambil anda menyantap makanan anda dan menghirup minuman anda, anda dapat mendengarkan saya menyampaikan ... bla bla bla ...", sekedar untuk meningkatkan 'sedikit' sugesti.
Alhasil, memang ada beberapa orang yang sewaktu-waktu melemparkan perhatian kepada saya, tapi mereka kemudian meneruskan kegiatan pribadinya itu. Sayapun, sesekali mempersilakan mereka sambil makan. Yang mengejutkan, awalnya saya tidak berharap ada yang meresponocehan saya di sessi tanya-jawab, tau-tau ada juga yang mengacungkan tangan. Bapak ini kemudian berkata melalui mic, "Saya baru kali ini menemukan ada orang ceramah jualan buku di depan orang yang sedang makan di foodcourt ..... ".
Menanggapi statement Bapak ini, saya kemudian menjelaskan, "Kalau dihitung dengan kalkulasi matematis manusia, mungkin saya dibilang gila, kok mau-maunya ngomong sendirian dicuekinsama banyak orang. Tapi saya sedang menjalankan tugas (dari manajemen BSM). Niatnya adalah membagi ilmu, dan kalkulasinya esoteris. Saya tidak menyerahkan kuasa kepada perilaku para pengunjung foodcourt ini untuk menentukan semangat dan performance saya untuk tetap membagi ilmu ini, meskipun hanya satu orang yang memperhatikan. Tugas saya bicara, dan saya sedang menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya." Bapak itupun tersenyum mengangguk-angguk.
Ketika sessi saya berakhir dan saya berpamitan pulang, Nong bergumam,"Good job ...!".***