"Pak, minta pin BB-nya dong ..", begitu pesan seorang teman di inbox facebook.

Setelah saya beri nomor PIN, tidak lama kamipun terhubung di Blackberry Messenger. Ia memulai dialognya. Namanya Eka.

Eka : "Maaf pak, malam-malam sudah mengganggu istirahat Bapak. Terimakasih sudah confirm saya".

Eka : "Hehehe ... sama-sama Eka".

Eka : "Saya butuh PIL Pak yang namanya PROVOKASI".

Saya : "Hehehe ... copy kapsul-kapsul PROVOKASI saya saja, biar bisa didengarkan di MP3 Player".

Eka : "Saya sedang down Pak. Boleh 'curhat' ?"

Saya : "Silakan Eka. Whazz up ?"

Eka : "Saya sering sekali mendengarkan keluh kesah orang-orang yang bahkan baru saya kenal. Saya sering memberi advice kepada mereka. Tapi terkadang jiwa saya berontak. Kepada siapa saya harus bercerita, jika untuk mendapatkan pendamping hidup saya saja harus diatur orang tua .. ?".

Saya tercenung sejenak. Sebuah kisah klasik.

Saya : "Harus diatur ?. Begitukah kata orang tua ?"

Eka : "Ya tidak bicara secara langsung .. Tapi kata-katanya mengarah kepada hal itu dan menjadi beban pribadi saya."

Saya : "Terus, apa maksud orang tua Eka melakukan hal itu ?"

Eka : "Ya mencari yang terbaik untuk anaknya ...".

Saya : "Eka mau mendapat yang terbaik ?"

Eka : "Tentu Pak".

Saya : "Terus calon pasangan hidupnya sudah ketemu ? Orang tua sudah berhasil menemukannya ?"

Eka : "Belummmm .. heheeeee ..".

Saya : "Apa bedanya dicarikan orang tua sama dicomblangin teman ?. Yang penting 'kan bagaimana calonnya toh ?, bukan cara mendatangkan si calon 'kan ?".

Eka : "Hmmmm ...."

Saya : "Kalau nanti calonnya nggak cocok, tinggal bilang saja ke orang tua. Bilang, tidak cocok. Orang tua mungkin juga tidak mau kasih calon yang nggak bikin bahagia si anak. Kalaupun nanti Eka menemukan calon sendiri, kan tinggal bagaimana Eka dan sang calon melakukan pendekatan yang baik dan pas kepada orang tua, sehingga mereka menyimpulkan calon Eka LAYAK dan PANTAS menjadi pendamping anaknya."

Eka : "Iya sih Pak..."

Saya : "Apakah calon yang dicarikan orang tua SELALU buruk ?"

Eka : "Ya nggak sih .."

Untuk menguatkan bingkai berpikir ini melalui bukti nyata, saya merujuk kepada pengalaman saya sebagai fakta.

Saya : "Soalnya saya sendiri dijodohin sama temen, hehehe ... Habis cari sendiri nggak dapet-dapet. Begitu dicarikan dan ketemu, eh, malah jadi isteri sampai sekarang."

Eka : "Tapi sekarang saya sudah gembira Pak ..."

Saya : "Apa yang membuat Eka gembira ?"

Eka : "Karena bisa sharing dengan orang seperti Bapak ..." ***